Sabtu, 19 Juli 2008

Majalah Lama: "Star Weekly" Tahun 1956



Penerbit: PT Pers Dagang & Percetakan “Keng Po”. Alamat Redaksi: Pintu Besar No. 86 - 88, Djakarta Kota. Pemimpin Redaksi: Mr. Auwjong Peng Koen. Wakil Pemimpin Redaksi: Tan Hian Lay.

Majalah yang muncul tiap Sabtu ini sangat berbobot dan digemari banyak orang. "Dulu, meskipun miskin, tapi saya selalu berusaha membeli majalah Star Weekly," kata Rahman Tolleng, aktivis politik senior, pada saya Jumat 18 Juli 2008, lalu. Sebenarnya, ini bukan pertama kali Rahman Tolleng memuji kualitas Star Weekly. Dalam beberapa kali percakapan sebelumnya beliau juga mengatakan hal yang senada. Star Weekly ini, kalau saya tak salah sudah terbit sejak akhir 1940-an (sebab saya punya edisi no. 161 yang terbit pada 30 Januari 1949).

Isi Star Weekly cukup bervariasi. Dari tinjauan dalam negeri, luar negeri, juga berisi cerita silat, cerita detektif, komik, juga cerita pendek (cerpen). Beberapa penulis cerpen yang karyanya sempat muncul, antara lain, M Balfas, Effendy Sahib, Marya Idrus, dan Iwan Simatupang.

Seperti kita tahu bersama, Auwjong Peng Koen ini kemudian dikenal sebagi P.K. Ojong. Beliau, bersama Jacob Oetama, kemudian mendirikan Harian Kompas (28 Juni 1965). P.K. Ojong meninggal dunia pada 1980.

Catatan:

Pemimpin Redaksi Majalah Star Weekly ini, Auwjong Peng Koen, kemudian kita kenal sebagai P. K. Ojong. Adapun nama lengkapnya adalah Petrus Kanisius Ojong. Beliau, bersama Jakob Oetama, kemudian mendirikan Harian Kompas pada 28 Juni 1965.

Lelaki kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920, ini menjadi jurnalis sejak usia 30-an. Sejak sekolah di Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK, sekolah guru), ia gemar membaca koran dan majalah yang dilanggani perkumpulan penghuni asrama. Di sini ia mulai belajar menelaah cara penulisan dan penyajian gagasan. Di sekolah guru setingkat SLTA ini, ia terpilih sebagai ketua perkumpulan siswa yang bertugas menyediakan bahan bacaan bagi anggota serta menyelenggarakan pesta malam Tahun Baru Imlek dan piknik akhir tahun.

Kelak kebiasaan hemat membuatnya hati-hati dan teliti. Disiplin dan tekun membentuk beliau menjadi orang yang lurus dan serius. Bahkan setelah menjadi bos Kompas – Gramedia, P.K. Ojong tak berubah. “Uang kembalian Rp 25,- pun mesti dikembalikan kepada Papi,” kata putri bungsunya, Mariani. Namun, ia tak “pelit” pada orang atau badan sosial yang benar-benar membutuhkan, bahkan rela menyumbang sampai puluhan juta dolar. Tapi, jangan minta uang untuk pesta kawin, atau perayaan Natal sekalipun. “Kalau tidak punya uang, jangan bikin pesta,” katnya, selalu.

P. K. Ojong meninggal di Jakarta, 31 Mei 1980, pada usia 59 t ahun.

N

Tidak ada komentar: